Thursday, April 20, 2017

Perempuan dan Ilmu


Halo!

Wah udah lama banget gak nulis blog, padahal selalu pengen tapi either gak punya waktu atau gak punya topik haha. So this time I'm going to write about women and their roles these days, terutama dalam karir dan pendidikan. Tulisan ini terinspirasi dari banyaknya hal yang saya lihat baru-baru ini tentang semangat wanita untuk maju dan belajar meskipun banyak cobaan. This really motivates me and I hope this will motivates other women out there as well :)

Saya udah mulai nonton The Crown sejak beberapa bulan lalu (karena it's soooo beautiful and cool). The Crown adalah TV Series Netflix yang menceritakan tentang peran Ratu Elizabeth, sebagai wanita yang harus menjabat jadi ratu di umur 25 tahun, juggling between her life as a queen and her life as a mother, wife, and woman in general. Sebenernya series ini super seru dan saya super suka, tapi karena satu dan lain hal yang bernama sibuk dan males, saya terus menunda-nunda nonton series yang satu ini. Setelah sekian lama, akhirnya saya lanjut nonton di episode yang sempat saya telantarkan, yaitu episode 7. Bukan bermaksud spoiler, tapi isi cerita episode 7 secara umum adalah bagaimana Ratu Elizabeth merasa dia kurang berpengetahuan dan menjadi minder karena semasa kecil ia hanya diajarkan hal seputar politik dan kerajaan. Nah, saya suka banget sama episode ini, karena menunjukkan bahwa ilmu adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki seseorang. Selain itu, episode ini juga membuat saya merasa makin salut dengan Ratu Elizabeth yang terus mau belajar dan memperkaya dirinya dengan ilmu meskipun tahta dia sangat tinggi di Inggris, dan bahkan dunia. Saya jadi semakin termotivasi untuk terus menuntut ilmu :p

Keesokan harinya setelah saya nonton episode The Crown tersebut, film Kartini muncul di bioskop-bioskop Indonesia. Kartini (Raden Ajeng Kartini) adalah sosok perempuan Indonesia yang lekat dengan kegigihan dan kepercayaannya bahwa wanita harus memiliki derajat yang sama dengan laki-laki terutama di bidang pendidikan, dan bahkan berhasil membuat wanita Indonesia bisa mendapat pendidikan seperti sekarang. Nah, Hanung Bramantyo (seorang sutradara Indonesia) menggaet Dian Sastrowardoyo (aktris Indonesia) dan beberapa aktris serta aktor lainnya untuk membuat film dengan tajuk tersebut. Setelah diajak kakak saya, saya akhirnya nonton film itu di hari pertama filmnya main. Wah ambis juga ya! Sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, film Kartini banyak bercerita tentang bagaimana peran wanita pada zaman dahulu dan bagaimana usaha Kartini (beserta adik-adik perempuannya) untuk menjadi wanita yang lebih maju. Menurut saya film ini sangat memotivasi saya untuk terus belajar, berkarir, dan maju secara mandiri. Saya menjadi lebih bersyukur dengan adanya Raden Ajeng Kartini yang membuat saya dapat kuliah seperti sekarang ini, apalagi di Fakultas yang isinya mayoritas laki-laki ini. Ditambah dengan peran Ratu Elizabeth sebelumnya, melihat figur Raden Ajeng Kartini membuat saya semakin menggebu-gebu untuk belajar dan meniti karir dengan baik agar saya dapat menjadi wanita yang memiliki integritas dan ilmu.

Keesokan harinya setelah nonton film Kartini, saya menonton acara reality show Korea favorit saya, yaitu 2 Days & 1 Night. Di episode terbarunya, enam member 2 Days & 1 Night diminta menjadi penyair untuk menyambut musim semi (yang memang identik dengan syair/puisi). Setelah menghabiskan sehari dengan permainan yang menyenangkan sekaligus membuat puisi, para member diminta untuk membantu para penyair membuat sekaligus membacakan puisi tersebut. Ternyata para penyair yang diundang di acara tersebut bukanlah penyair terkenal yang mungkin telah mengeluarkan >100 puisi, namun merupakan tiga ibu/nenek di suatu desa yang berumur 70 tahun keatas. Ketiga nenek tersebut belum lama memulai belajar menulis hangeul (karakter dalam bahasa Korea) dan masih terus belajar. Salah satu metode belajar ketiga nenek tersebut adalah dengan membuat puisi. Para nenek menyebutkan bahwa ketidakmampuannya dalam baca/tulis membuat ia tidak dapat membaca rute bus dengan benar atau bahkan mengirim pesan kepada anak dan cucu mereka, hal tersebut lah yang membuat mereka semangat untuk belajar baca/tulis. Padahal mungkin kita pikir nenek tersebut sudah cukup tua dan mungkin untuk pergi belajar saja sudah sulit, namun kegigihan yang kuat membuat nenek tersebut terus belajar. Bahkan salah satu nenek menyebutkan bahwa dia ingin terus belajar hingga ia tidak mampu untuk pergi ke tempat belajarnya lagi. Hal ini tentu sangat touching buat saya, apalagi melihat api yang membara di mata para nenek tersebut. Figur para nenek ini semakin memotivasi saya untuk belajar, apalagi saya sudah termotivasi dengan figur dua orang yang telah saya ceritakan sebelumnya. Bahkan tidak hanya jenis kelamin atau tahta, hal ini semakin membuat saya yakin bahwa umur juga bukan merupakan batasan seseorang dalam mencari ilmu. Karena kalau para nenek tersebut bisa, mengapa saya -kita- tidak?

Ketiga hal yang secara tidak sengaja saya tonton dalam waktu berdekatan membuat saya semangat untuk mencari ilmu lebih dalam lagi dan menyadarkan saya bahwa kita saat ini sudah sangat dimudahkan untuk belajar. Dulu, Kartini harus berjuang melawan banyak orang untuk belajar dan para nenek di Korea Selatan tidak bisa belajar karena adanya perang. Sekarang, kita sudah hidup di dunia penuh dengan informasi dimana kita bisa mencari tentang apapun via Google, melihat cara melakukan sesuatu via Youtube, dan berdiskusi dengan orang lain via LINE. Banyak dan mudahnya mencari sumber ini seharusnya membuat kita semakin belajar lebih giat lagi. Saya juga merasa ini adalah cara Allah mengingatkan saya untuk belajar dan tidak bermalas-malasan dengan memberikan saya beberapa model yang dapat dicontoh dalam hal karir dan pendidikan :)

Tulisan ini juga saya gunakan untuk mengajak para wanita agar ingin belajar lebih giat dan tidak 'pasrah' pada keadaan. Banyak dari wanita saat ini yang kalo lelah dengan akademis 'pengen kawin aja', padahal that's not how the world works. Sebagai wanita, kita justru harus memperbaiki diri (salah satunya dengan belajar) sebaik mungkin agar mendapatkan pasangan yang juga baik dan knowledgeful. Karena, sesungguhnya jodoh adalah cerminan diri kita, kan? :p

Cheers,
A.

No comments:

Post a Comment